Dilema Gratifikasi
Dalam menjalankan tugas sebagai pelayan publik, sering kali Pegawai Negeri maupun Penyelenggara Negara berhadapan dengan situasi yang disebut dilema gratifikasi. Seringnya, Masyarakat atau pihak yang berkepentingan memberikan sebuah ‘hadiah’ sebagai bentuk rasa terima kasih, apresiasi, atau bahkan karena rasa sungkan. Memang tidak disertai niat jahat, tapi dapat berdampak pada objektivitas dan keadilan.
Situasi ini kerap menimbulkan keraguan bagi penerima, apakah pemberian tersebut boleh diterima atau ditolak, apakah wajib dilaporkan atau tidak. Sulitnya mengetahui maksud atau niat dari pemberi ini lah yang disebut sebagai sebuah dilema, adanya perasaan tidak enak, merasa tidak sopan jika menolak pemberian, padahal bertentangan dengan prinsip integritas, etika atau adab yang diyakini.
Bagi ASN yang mengalami situasi ini dapat merujuk pada Peraturan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pengendalian Gratifikasi Pada Kementerian Agama Pasal 2 ayat (3) yang menerangkan, dalam hal Pegawai tidak dapat menolak Gratifikasi, Pegawai wajib melaporkan pemberian Gratifikasi melalui UPG atau kepada KPK untuk mengidentifikasi sifat pemberian tersebut.
Mekanisme Pelaporan Penerimaan dan Penolakan Gratifikasi
Gratifikasi baik yang diterima atau ditolak selama berhubungan dengan jabatan atau kewenangan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, serta adanya potensi konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi suatu keputusan, wajib dilaporkan.1 Hal ini dilakukan sebagai wujud loyalitas terhadap negeri dan citra institusi dalam mendukung pemberantasan korupsi. Jika pelaporan tidak dilakukan dalam waktu yang telah ditentukan, maka penerimaan gratifikasi tersebut dapat dianggap sebagai suap dan dapat dikenakan sanksi pidana.2
Adapun ASN di lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara yang ingin melaporkan gratifikasi yang telah diterima, telah ditolak ataupun ragu dalam menolak dapat mengikuti alur mekanisme pelaporan penerimaan dan penolakan gratifikasi sebagai berikut:3
a. Pelaporan gratifikasi melalui UPG (Unit Pengendalian Korupsi)
1. Pelapor menyampaikan laporan penerimaan dan penolakan gratifikasi, dalam hal ini UPG Satuan Kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara secara elektronik maupun nonelektronik.
2. Penyampaian laporan penerimaan dan penolakan gratifikasi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya atau ditolaknya gratifikasi.
3. UPG Satuan Kerja melakukan verifikasi atas kelengkapan laporan.
4. Laporan penerimaan dan penolakan gratifikasi dianggap lengkap jika memuat informasi paling sedikit:
a) Nama dan Alamat pemberi gratifikasi;
b) Identitas pelapor (NIK, nama, Alamat lengkap, dan nomor telepon);
c) Jabatan pelapor gratifikasi;
d) Tempat dan waktu penerimaan dan penolakan gratifikasi;
e) Uraian jenis gratifikasi yang diterima atau ditolak dengan melampirkan bukti dalam bentuk sampel atau foto jika tersedia;
f) Nilai atau taksiran gratifikasi yang diterima atau ditolak;
g) Kronologis penerimaan atau penolakan gratifikasi.
5. Penyampaian laporan dinyatakan sah jika pelapor telah mendapat bukti tanda terima penyampaian laporan dari UPG Satuan Kerja
6. UPG Satuan Kerja meneruskan penyampaian laporan kepada KPK melalui UPG Pusat dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak laporan dinyatakan sah oleh UPG.
b. Pelaporan gratifikasi melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
1. Pelapor menyampaikan laporan penerimaan dan penolakan gratifikasi kepada KPK dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima.
2. Penyampaian laporan gratifikasi secara langsung kepada KPK dilakukan dengan cara:
a) Langsung ke kantor KPK oleh Pelapor atau orang yang mendapat kuasa tertulis dari Pelapor; atau
b) Melalui pos, surat elektronik, atau situs/laman pelaporan resmi KPK (https://gol.kpk.go.id).
3. Formulir laporan penerimaan dan penolakan gratifikasi dapat diperoleh melalui:
a) Kantor KPK;
b) Sekretariat UPG satuan kerja; dan/atau
c) Laman resmi KPK (https://gol.kpk.go.id/dokumen/34?limit=9).
Objek gratifikasi yang dilaporkan akan disimpan oleh UPG Satuan Kerja sampai dengan penetapan status kepemilikan gratifikasi oleh KPK, yang mana bisa menjadi milik penerima, milik negara atau satuan kerja. Dalam hal objek ditetapkan menjadi milik penerima gratifikasi, maka gratifikasi menjadi hak miliki penerima terhitung sejak tanggal ditetapkannya.4
Adapun gratifikasi yang dinyatakan sebagai milik negara akan dikeluarkan Surat Keputusan (SK) oleh KPK dan objek gratifikasi akan diserahkan dari UPG Satuan Kerja kepada KPK dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak ditetapkan untuk disetorkan ke Rekening Kas Negara atau menyampaikannya langsung disertai bukti penyerahan gratifikasi selain berbentuk uang.
Tips Mengatasi Dilema Gratifikasi
Mengutip tips dari Pimpinan KPK Tahun 2009, Waluyo dan Sugiarto selaku Fungsional Madya Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK menyebutkan ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan kepada diri sendiri untuk menguatkan keyakinan kita apakah pemberian tersebut dapat bepotensi gratifikasi, yaitu sebagai berikut:5
Pertama, “apakah saya malu jika diketahui orang lain telah menerima pemberian tersebut?” jika ada rasa malu, seharusnya ditolak.
Kedua, “apakah saya malu jika perbuatan say aitu diketahui media massa?” jika ada rasa malu, berarti ada yang salah dari pemberian tersebut dan seharusnya ditolak.
Ketiga, “apakah jika bukan karena jabatan dan kewenangan saya, saya berhak mendapat/menerima pemberian itu? apakah orang lain juga menerima pemberian itu?”
Keempat, “apakah lembaga akan bangga jika saya menerima pemberian tersebut?”
Kelima, “apakah pemberian itu dapat mengganggu independensi saya, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan Keputusan ke depannya?”
Keenam, “jika saya bukan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, ia akan memberi saya hadiah atau tidak? Apakah hadiah ini boleh saya terima?”
- Pasal 2 ayat (2) Pegawai dapat melaporkan penolakan gratifikasi melalui UPG atau KPK. Dan ayat (3), dalam hal Pegawai tidak dapat menolak gratifikasi, pegawai wajib melaporkan penerimaan gratifikasi melalui UPG dan KPK. “Peraturan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pengendalian Gratifikasi Pada Kementerian Agama,” Kementerian Agama Republik Indonesia, 2021, https://peraturan.bpk.go.id/Details/219451/peraturan-menag-no-23-tahun-2021. ↩︎
- Pasal 12B ayat (2), Sanksi pidana bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dapat berupa pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 Juta dan paling banyak Rp1 Miliar. “Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” Pemerintah Pusat, 2001, https://peraturan.bpk.go.id/Details/44900/uu-no-20-tahun-2001. ↩︎
- Pasal 11, 12, 13 “Peraturan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pengendalian Gratifikasi Pada Kementerian Agama.” ↩︎
- Pasal 18 dan 20 “Peraturan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pengendalian Gratifikasi Pada Kementerian Agama.” ↩︎
- “Cara Mengatasi Dilema Integritas agar Tidak Terjerat Korupsi,” Pusat Edukasi Antikorupsi, 18 Januari 2023, https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20230118-cara-mengatasi-dilema-integritas-agar-tidak-terjerat-korupsi. ↩︎